Akuntabel.id, SUKOHARJO – Yayasan Kakak mengadakan kegiatan launching film dengan judul “Kembaran” di Cineplex (Pakuwon Mall Solobaru). Launching film ini melibatkan 160 orang berbagai lembaga, institusi, organisasi, media dan pemerintah.
Film ini digarap oleh sutradara Riza B dan seorang Produser yang kini berdomisili di Solo, Fanny Chotimah. Film dengan latar belakang perbedaan keyakinan tersebut merupakan karya Yosua Putra Wisena. Dimana film pendek dengan durasi lima menit ini dibuat dan dikembangkan atas dukungan Search yang melibatkan komunitas kembanggulaid dan Lembah Manah.
Film ini diperankan oleh tiga orang anak asli kota Bengawan, yakni Victor Andreana Kristiawan, Samual Jason Wibowo dan Reynald Cantona Yusnanto. Ketiga orang ini merupakan siswa kelas 6 SD yang berusia sekitar 11 tahun.
Dalam film tersebut menceritakan sebuah keluarga yang memegang keyakinan Kapitayan. Suatu ketika terdapat dua orang anak yang tengah berangkat ngaji melihat keluarga tersebut tengah meminta harapan di rumah baru tempat tinggal ayah dan anak lelakinya itu.
Dua anak laki-laki tersebut kemudian melarikan diri saat pemilik rumah melihat aksi dua bocah itu. Namun sang ayah meminta anak lelakinya memanggil dua bocah itu untuk bergabung makan bersama mereka dengan maksud agar anak lelakinya mendapat teman di kampung tempat tinggal baru mereka.
Kendati demikian saat diajak untuk makan bersama, salah satu dari dua bocah itu tidak berkenan dan mengatakan “Rasah, bocah e bedo karo awakdewe. Agamane orak jelas (Gak usah, dia beda dengan kita. Agamanya tidak jelas). Kedua bocah itu kemudian pergi dengan menggunakan sepeda angin.
Meski mendapat jawaban tidak enak, namun si anak yang mempunyai keyakinan Kapitayan tersebut tidak tersinggung bahkan sempat mengambilkan peci (songkok) milik salah satu bocah tersebut yang jatuh. Hingga pada akhirnya, Padmana si anak Kapitayan berteman dengan salah satu bocah tersebut yang bernama Rizki.
“Temuan dari dialog dan diskusi antar lintas agama yang dilakukan Yayasan Kakak menggambarkan beberapa situasi. Diantaranya adanya perbedaan keyakinan hingga akhirnya mendapatkan bullying, dikucilkan, kurang diterima di pertemanan, tidak mendapatkan hak pendidikan di sekolah karena keterbatasan sarana dan prasarana anak,” ucap Direktur Yayasan Kakak, Shoim Sahriyati, Kamis (13/7/2023).
Dilanjutkan Shoim, jika hal tersebut terjadi, maka akan mempengaruhi bagaimana tumbuh kembang dari anak-anak. Padahal konstitusi Indonesia yakni UUD 1945 jelas menegaskan akan jaminan kebebasan beragama yaitu dalam pasal 28 E ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Dengan kata lain, Pasal 28 E Ayat 1 UUD 1945 menjamin hak setiap warga negara Indonesia untuk memeluk agama dan melakukan Ibadah sesuai agamanya masing-masing. Jaminan tersebut ditegaskan lagi dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Sedangkan dalam pasal 6 Setiap anak berhak beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua atau wali. Maka dengan demikian, film Kembaran ini didesain untuk memberikan gambaran yang terjadi pada anak dan diharapkan menjadi sebuah awal untuk bisa menjadi diskusi bersama dalam pemenuhan hak tersebut.
“Launching film Kembaran ini ditargetkan untuk dikenalkan kepada organisasi/institui/lembaga yang memiliki komunitas anak atau memiliki forum forum diskusi khususnya yang berkaitan dengan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, pendidikan atau yang memiliki isu berkaitan dengan anak. Film ini juga ditargetkan bisa menjadi film untuk mengkampanyekan dan mengembangkan toleransi di kalangan anak-anak. Menguatkan rasa saling menghargai dan menghormati pada perbedaan yang memang nyata khususnya berkaitan dengan agama dan keyakinan,” imbuhnya.
Seperti diketahui, konflik yang berhubungan dengan agama dan keyakinan saat ini sering ditemui. Sehingga hal itu menjadi penting untuk mengenalkan anak pada beragam perbedaan yang bertujuan agar mereka saling menghargai dan menghormati perbedaan tersebut.
“Ini menjadi tanggung jawab bersama dalam memberikan edukasi kepada anak. Film Kembaran dikembangkan untuk menjadi salah satu media belajar dan sebagai pemantik diskusi. Bagus untuk bisa diputar di kelompok anak sebagai diskusi diantara mereka atau di kalangan orang dewasa sehingga bisa memberikan pandangan dan merumuskan rekomendasi salah satunya kebijakan,” kata Fanny Chotimah.
Sementara itu, dijelaskan Riza, proses pengerjaan film pendek ini dilakukan selama kurang lebih empat minggu. Dimana proses pengambilan yang dilakukan di Kota Solo ini hanya berlangsung satu hari.
“Kendala setiap membuat film ada, karena dari film ini istilah Jawa ada pengetahuan baru, kita sebenarnya tidak cukup mengerti karena sangat minim jadi mau tidak mau harus mencari,” jelasnya.
Seperti diketahui, Kapitayan adalah salah satu agama kuno masyarakat pulau Jawa, terutama bagi mereka yang beretnis Jawa sejak era paleolitik, mesolitik, neolitik dan megalit. Kapitayan merupakan salah satu bentuk monoteisme asli Jawa yang dianut dan dijalankan oleh masyarakat Jawa secara turun temurun sejak zaman dahulu. Orang Jawa setempat kerap juga mengidentifikasikannya sebagai “agama kuno Jawa”, “agama monoteis Jawa”, “agama monoteis leluhur”, “agama asli Jawa”, yang mana berbeda dari Kejawen.
“Kenapa kami memilih Kapitayan, karena kami riset dan settingnya di Jawa, dan reseprentative nya lebih ada Kapitayan,” tandas Yosua.
Comment