by

Buku Gibran the Next President Resmi Dilaunching

Akuntabel.id, SOLO – Buku Gibran The Next President secara resmi dilaunching oleh penulisnya, Ahmad Bahar di salah satu kedai kopi di Kota Solo, Jum’at (14/6/2024). Pada launching buku tersebut, dihadiri belasan warga Solo.

Sampul buku berlatar warna biru tersebut, terlihat potret Gibran mengenakan mengenakan setelan jas berdasi merah, lengkap dengan peci. GIBRAN THE NEXT PRESIDENT demikian judul buku yang diterbitkan oleh Hikam Pustaka tersebut.

Selain judul, sampul buku itu juga memuat pernyataan yang seolah-olah dilontarkan Gibran. “Aku bukan anak kecil, Aku bukan anak ingusan, Aku adalah Gibran,” tulisan dalam sampul buku di bagian bawah judul.

Penulis buku Gibran the Next President, Ahmad Bahar, mengakui beredarnya buku dengan 136 halaman ini ada yang ketakutan dan ada juga yang merasa senang. Ia pun tidak bisa mendefinisikan siapa yang takut dan siapa yang senang.

“Saya meluncurkan buku ini merupakan hal yang dijalani sebagai penulis. Saya itu buka bagian dari partai politik manapun, juga bukan bagian dari pendukung siapapun,” ungkapnya.

Buku Gibran the Next President ini ditulis sejak 14 Februari 2024 dengan waktu sekitar satu bulan.

“Saya menulis itu tidak butuh lama sampai berbulan-bulan. Kira-kira satu bulan jadi,” bebernya.

Buku Gibran the Next President bukan buku pertama ditulis. Dimana sebelumnya ia sudah menulis buku tentang Anies Baswedan dengan judul ‘Wawancara imijaner dengan Presiden 2024, Anies Rasyid Baswedan’.

“Saya sebagai penulis, ini peluang bahwa Mas Gibran layak untuk saya tulis kembali. Kebetulan saya pernah menulis sebelum Mas Gibran jadi Wali Kota Solo dengan judul ‘Menang Ora Popo, Kalah Yo Wis’,” ucap dia.

Menurutnya ada latar belakang kenapa memberi judul Gibran the Next Presiden. Lima presiden Indonesia sebelumnya sudah pernah ditulis dalam bentuk dan judul yang berbeda. Judul buku Gibran the Next President ini merupakan usulan dari salah satu anggota DPRD DIY.

“Ada Gus Dur, Habibie, Megawati, Pak SBY dan yang paling akhir saya kira kasus 2013, saya menulis buku dengan judul ‘Sembilan Alasan memilih Joko’. O yang pertama saya isi Jokowi dan O yang kedua saya isi Pak JK,” katanya.

Ahmad menilai ternyata Gibran tidak seperti yang diceritakan banyak orang yang katanya sangat diatur dan ditata oleh ayahnya (Jokowi). Namun kenyataannya sangat berbeda, ternyata Gibran tidak bisa diatur termasuk oleh ayahnya.

“Jadi di sini saya kira jadi hal yang anomali. Jadi ini barang kali akan menjadi bekalnya ke sananya, jadi banyak hal antara yang diucapkan dengan yang dijalankan berbeda jauh,” ujarnya.

Dalam buku ini, lanjut dia, ada juga dialog imajiner antara Bapak dan Anak (Jokowi dan Gibran). Ahmad pun membayangkan dialog antara Jokowi dan Gibran di lorong Istana Bogor dalam situasi yang sunyi.

“Tiba-tiba Pak Jokowi manggil ‘lee, mreno’, lalu Gibran menjawab ‘menopo pak’. ‘Koe ki opo tenan arep nyalon to le’ tanya Jokowi, “nggeh pak’ jawab Gibran, ‘tapi ora iso ngopo-ngopo loh, isone mung dongaake’. Itu kira-kira sama dengan sering yang dibicarakan. Dialog imajiner antara bapak dan anak ini tidak lama, 30 menit cukup. Biasa kalau penulis kan berbicara itu bebas,” terangnya.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

846 comments